Tuesday, August 25, 2009

Bila Sudah Sangat Sulit, Tinggalkan Saja

Teman-teman, ada 2 cuplikan artikel bagus tentang jabatan:

ARTIKEL 1

Tinggalkan jabatan bila memang tidak mampu
Yang keempat adalah kesulitan yang menyangkut kapasitas dalam menjalankan amanah. Di masa ini, banyak orang yang memegang amanah, jabatan, tugas dengan kemampuan yang tidak memadai dan tidak mencukupi. Begitupun, bahwa juga orang yang hanya dengan modal berani, modal nekat, menerima jabatan itu, bahwa kalau perlu memburunya dengan cara-cara yang kotor.
Tidak sedikit juga yang mengumbar janji sebagai seorang ahli, tetapi begitu jabatan itu dipegang, tak ada geliat yang menjanjikan, yang menunjukkan tanda-tanda bahwa dia memang seorang yang ahli. Karena itulah pesan Rasulullah kepada Abu Dzar, yang kebetulan memang tidak cocok untuk memegang kepemimpinan, "Sesungguhnya engkau orangnya lemah, dan sesungguhnya jabatan itu adalah amanah. Di hari kiamat ia menjadi kesengsaraan dan penyesalan, kecuali yang merupakan hak-haknya dan menjalankan kewajibannya."
Tidak boleh ada kepura-puraan dalam soal jabatan dan amanah. Pilihannya hanya salah satu dari dua hal. Bila di antara kita memegang amanah atau jabatan, tetapi kemampuan kita tidak mencukupi, pilihan pertama adalah dengan berusaha keras untuk mengejar ketertinggalan. Dengan harapan, bisa mengimbangi kebutuhan keahlian yang diperlukan untuk menjalankan amanah tersebut. Atau bila itu juga sangat sulit, pilihan ke dua adalah MENINGGALKAN AMANAH JABATAN ITU DAN MEMBERIKAN KEPADA ORANG LAIN YANG LEBIH AHLI DAN LEBIH MENGUASAI.
TIDAK MUDAH MEMANG BERSIKAP SEPERTI ITU. TERLEBIH DI NEGERI INI YANG BUDAYA MUNDUR KARENA TANGGUNG JAWAB ATAS KETIDAKMAMPUAN NYARIS TIDAK PERNAH TERJADI. Prinsip ini harus dipegang sebab amanah yang dijalankan tanpa keahlian akan memakan banyak korban. Itulah yang disabdakan oleh Rasulullah dalam riwayat Imam Bukhari, "Bila sebuah urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah saat kehancurannya."
Amanah dimaksud tidak harus dalam skala besar seperti pejabat negara, tapi termasuk juga urusan-urusan lain yang terkait dengan kehidupan kita di masyarakat, di tempat bekerja, di organisasi tempat kita berafiliasi, termasuk juga dalam urusan-urusan harian yang terlihat sepele. Meninggalkan amanah dan jabatan karena memang benar-benar tidak mampu jauh lebih terhormat daipada terus menggenggam jabatan dan amanah dan menggaungkan bahwa dirinya mampu, padahal yang terjadi justru kesulitan demi kesulitan terus berdatangan.
Pada akhirnya, diperlukan kejernihan hati dan pikiran untuk menyadari bahwa ada banyak kesulitan yang harus kita tinggalkan. Bukan karena kita tidak mau berjuang keras, tapi karena HANYA DENGAN MENINGGALKANNYA KITA BISA MENGHARAPKAN KONDISI YANG LEBIH BAIK.

Sumber : "Bila Sudah Sangat Sulit, Tinggalkan Saja", dalam Tarbawi Edisi 164 Th. 9/Shafar 1429 H/28 Februari 2008 M : hal. 13-15.


ARTIKEL 2

..... Kelima, Tinggalkan Saja, tapi untuk Sementara
Ini juga sebuah solusi. Bila memang situasinya sudah sangat sulit, kita bisa meninggalkannya. Tapi bukan untuk selamanya, melainkan untuk sementara. Sebuah keputusan memang harus diambil pada waktu yang tepat dan rentang waktu yang tepat pula. Sebab bisa saja, keputusan untuk meninggalkan sama sekali memang keputusan yang tepat di saat tertentu. Tapi di saat yang lain, boleh jadi alasan yang membuat situasi sangat sulit pada waktu lalu, sudah berubah sehingga mungkin untuk kembali lagi. Pelajaran yang banyak bicara tentang hal ini dalam sejarah Islam kita adalah momentum hijrahnya Rasulullah SAW dan para sahabatnya dari Makkah ke Madinah. Karena setelah kondisi kaum muslimin semakin kuat dan sebaliknya keadaan kaum musyrikin di Makkah semakin lemah, akhirnya Rasulullah SAW memimpin kaum muslimin untuk menaklukkan Mekkah dan kembali hidup di Mekkah.
Jadi, sikap "meninggalkan" itu memang sebuah bagian dari strategi atau tahapan dalam langkah. Bisa saja sikap itu dilakukan untuk selamanya, karena memang sudah sangat sulit mencari alasan bertahan. Bisa pula sikap itu dilakukan untuk sementara waktu, sehingga di waktu lain saat kondisinya berubah bisa dilakukan kembali.

Keenam, Keputusan Meninggalkan Memang Pahit, tapi Kelak akan Ada Matahari yang Terbit dan Membuat Hidup Menjadi Terang
Meninggalkan sesuatu yang sudah lama digeluti dan begitu dalam dilakoni bukan hal yang mudah. Tapi bila sesuatu itu ternyata memiliki problema yang kian akut dan sudah sangat sulit diatasi, maka jalan keluarnya memang harus ditinggalkan. Jika sebuah kondisi sudah matang dipertimbangkan dari berbagai sisi memang tidak memiliki keuntungan kecuali sedikit, dan itupun mungkin akan hilang pula karena permasalahan yang ada, tidak ada kata lain harus ditinggalkan. Atau bila memang kondisi yang dirasakan untuk tetap bertahan sudah sangat sulit, maka keputusan pergi dari kondisi itu memang harus diambil. Dan sekali lagi, keputusan seperti itu, sekali lagi, memang tidak disukai, dan pahit, Tapi itulah sebuah langkah yang harus ditempuh untuk menghindari ragam kemungkinan yang justru berdampak buruk bukan hanya pada diri sendiri tapi bagi orang lain.
Kesulitan dan jalan keluarnya memang sudah menjadi jodoh. Tak ada kesulitan yang menjadi bak dinding beton sehingga tak memungkinkan seseorang untuk keluar darinya. Tidak ada himpitan masalah yang tak menyisakan ruang untuk lolos darinya. Dan karenanya, saat kita merasakan sudah di ambang kesulitan yang sulit diatasi, carilah upaya untuk keluar dan menghindar dari kesulitan tersebut.

Sumber : "Jika Kesulitan itu Akhirnya Membuat Kita Harus Meninggalkan," dalam Tarbawi Edisi 164 Th. 9/Shafar 1429 H/28 Februari 2008 M : hal. 16-19.

No comments:

Post a Comment